Aku Memaafkan Diriku Karena Menginginkan Cinta yang Nyaman.
Aku ingin memaafkan diriku karena menginginkan cinta yang nyaman. Aku terlalu akrab dengan keinginan untuk melindungi dan memahami. Aku terlalu paham dengan keinginan untuk meringkuk kecil dan merendahkan keberadaanku. Aku terbiasa mengadakan kehadiran yang kuredupkan jika diperlukan. Aku hidup bertahun-tahun tak mengenali apa yang kubutuhkan. Radarku sedikit kehilangan ketajaman di hadapan sesuatu yang kukira biasa saja. Sesuatu yang mulanya kukira dimiliki semua manusia.
Di hadapan hal-hal yang tak bisa kuandalkan, aku terbiasa merasa biasa saja. Di hadapan hal-hal yang tak bisa memberi perlindungan, aku terbiasa maju saja tanpa ragu. Di hadapkan di mana aku harus banyak menyembunyikan ketidakberanian, aku mampu. Tapi kali ini aku ingin memaafkan diriku untuk menginginkan cinta yang nyaman. Cinta yang aman.
Aku ingin pensiun menjadi seorang yang terabaikan. Aku ingin berhenti terus menerus mengalihkan pandangan dari apa yang sebenarnya kuinginkan. Aku ingin dihadiahkan cinta yang berani. Cinta yang tak goyah di hadapan kekakuan dan kebingungan, di hadapan keraguan dan ketidakmampuan. Aku ingin dihadiahkan cinta yang tegas dan lugas di antara keragu-raguan. Aku ingin diberkati dengan cinta yang sungguh-sungguh memilihku. Jadi, aku ingin memaafkan diriku karena menginginkan cinta yang nyaman.
Belum lama aku membuat perjanjian dengan diri-diri di dalam jiwaku bahwa aku tak akan melakukan apa yang ibuku lakukan. Aku tak akan mengalah tanpa lelah, aku tak akan menangis sendirian, aku tak akan bertahan dalam keikhlasan yang dimanfaatkan. Aku berjanji akan membela diriku dalam kesepian, dalam ketidakadilan, dan dalam pengabaian.
Aku berjanji untuk melangkah menjauh jika perlu. Aku berjanji untuk membicarakan keberatanku. Aku berjanji untuk tidak ketakutan atas air mata, kemarahan, dan perselisihan. Aku berjanji tak akan takut pada kemungkinan merepotkan. Aku berjanji akan berjuang buat diriku dan apa yang kuharapkan.
Perhitunganku terasa lucu ketika sekarang aku yang harus sungguhan melangkah menjauh. Perlahan-lahan mencerna pelajaranku dan memperbarui ekspektasiku. Dengan kikuk mempraktikkan apa yang telah aku janjikan. Ternyata seperti ini rasanya kehilangan kemungkinan masa depan. Ada sedikit marah, ada sedikit kekecewaan.
Tapi yang paling banyak dari itu semua adalah perasaan khawatir akan hari-hari kami di masa depan. Apakah ia akan mampu mengamankan dirinya, apakah ia akan mampu menyamankan hatinya, apakah pada akhirnya ia tak lagi terus menerus kepikiran akan porsi ketidaknyamanan yang ia sebabkan. Lucu. Aku tak memikirkan diriku. Seperti biasa.
Di sisi lainnya, aku menyepakati dengan hati dan pikiranku. Tak lagi-lagi membuat batasan yang tdak dapat kutepati. Tak lagi-lagi meletakkan harapan pada yang tak diungkapkan gamblang. Aku memaafkan diriku karena menginginkan cinta yang matang. Cinta yang tak lagi perlu banyak bertebak-tebakan. Aku memaafkan diriku karena menginginkan cinta yang tahu betul apa yang ia mau.
Setelah beberapa waktu mengerami perasaanku, aku mencoba memetakan ulang keputusan-keputusanku, menghitung ulang rencana-rencanaku. Rasanya sedikit canggung mengingat aku mungkin tak bisa lagi membagikan terlalu banyak hal kepada seseorang yang telah banyak menghabiskan waktu dan tenaganya denganku, kepada seseorang yang telah banyak menerima keramahan dan kehangatanku.
Aku masih mengira-ngira apakah aku menyesalinya. Tapi kurasa tidak juga. Aku mengungkapkan apa yang aku tahu, apa yang aku mau. Mengatakan sesuatu yang mungkin tak akan pernah berani kukatakan jika bukan pada saat itu.
Seumur hidupku, aku memilih menjadi seorang yang baik hati. Adalah alami buatku untuk beramah-ramah dalam perkataan dan tindakanku. Apa aku menyesal menjadi orang yang punya kehadiran yang menyamankan? Kurasa tidak juga. Aku melakukan semuanya sesederhana karena aku menyukai nilai-nilai seperti itu. Aku mengadopsinya dan menunjukkannya karena aku merasa itu adalah bagian yang berharga dariku. Jadi kurasa, aku tak menyesalinya. Ya, aku yakin aku tak menyesalinya.
Meski masih banyak memandangi perasaan bersalahku, aku memaafkan diriku karena menginginkan cinta yang nyaman.
Aku memaafkan diriku yang mundur teratur karena menginginkan cinta yang tak mengandalkan candu.
Aku memaafkan diriku yang menginginkan kekokohan dalam pilihan-pilihan besar hidupku, termasuk di antaranya dengan siapa aku ingin menghabiskannya. Cerita tak singkat yang kami lalui, ternyata tak dibaca dari lembaran-lembaran yang sama. Tidak berangkat dari tujuan-tujuan yang sepadan.
Meski begitu, semua tak membatalkan berbagai hal menyenangkan yang kami alami. Tak membatalkan bagaimana aku pernah kagum pada cerita-cerita manis yang mengajakku kembali berkenalan pada perasaan-perasaan gemas.
Aku menemukan penghiburan dalam mendoakan kebaikan-kebaikan bagi masa depannya. Semoga ia menemukan masa depan yang siap menyambutnya dan kata-katanya yang penuh afeksi dan tindakan-tindakannya yang menghangatkan hati. Semoga ia menemukan hari-hari yang siap merangkul keberaniannya yang lembut sekali, dan kecerdasannya yang tak pernah ia akui.
Aku masih menimbang bagaimana kami akan menavigasi definisi kami tentang satu sama lain saat ini. Tapi untuk sekarang, aku bersyukur cerita kali ini ditutup dengan baik karena aku berkesempatan melihatnya menemukan sayapnya dan membentangkannya dengan bangga. Akupun senang pernah terlibat dalam perjalanannya, meski jadi tempat singgah saja. Semoga suatu hari ada seseorang yang setiap waktu mengatakan betapa bangganya mereka, dan semoga suatu hari ia pada akhirnya dapat percaya.
Terima kasih. Sampai jumpa.