Aku Percaya Pada Kekuatan Waktu, dan Semoga Waktu Mengerti Bahwa Aku Mempercayainya
Memangnya betul ada, ya, manusia yang punya ruang seluas itu untuk menerima penderitaan orang yang dicintainya?
Memang betul ada, ya, manusia yang tidak goyah menyaksikan duka sebegitu besarnya?
Memang betul ada, ya, manusia yang tidak keberatan mendengarkan tangisan yang kadang terus-terusan?
Memang betul ada, ya, manusia yang tidak menyerah menemani seorang yang senantiasa ingin menyerah?
Kadang aku khawatir menjadi seseorang yang membawa terlalu banyak kesedihan. Disajikan di atas nampan-nampan berlabelkan tahun demi tahun sejarah kehidupanku yang tak menarik sama sekali. Kesakitan demi kesakitan yang diputar seperti film di layar kaca. Dan kesepian atau kesedihan yang dikenakan seperti jas hujan di tengah badai yang sepertinya belum kunjung berhenti. Setiap hari hanya ditutupi jubah kemewahan harian, keteguhan di permukaan, tapi di dalamnya sesungguhnya robek di sana sini.
Sepertinya aku tidak ingin mencari seseorang yang bertujuan untuk membahagiakan. Terkadang aku merasa itu adalah sesuatu yang sulit untuk kuwujudkan. Terlalu mahal dan tak terjangkau untuk kepalaku dan jiwaku dan tubuhku yang menyimpan banyak sekali histori merasa tak bisa sepenuhnya bahagia.
Aku bisa merasakan rasa senang. Aku tidak lagi buta rasa gembira. Tapi mengharapkan aku terus merasakan bahagia adalah tujuan yang sama sekali tidak dapat terproses dalam duniaku. Setidaknya untuk saat ini.
Aku mungkin akan tidak bahagia di beberapa waktu. Mungkin dia juga akan tidak bahagia di beberapa waktu. Kami keduanya mungkin tidak akan bahagia di beberapa waktu. Tapi bukankah akan sangat memudahkan jika kami tidak merasa kesulitan untuk tetap menemukan keinginan berjuang bersama?
Bagaimana jika aku hanya punya ruang yang kecil sekali buatnya? Karena selebihnya telah disesaki oleh cerita dari duniaku sendiri, yang sebagian besar belum terurai ini? Apakah dia tidak apa sementara bersesakan dengan banyak kotak-kotak memori yang sebagian besarnya begitu lantang dan menyakitkan?
Aku ingin memastikan bahwa ia tak selamanya harus bersesakan seperti itu. Tapi akan butuh waktu. Entah sampai kapan aku sendiri belum punya jawaban.
Dan bukankah akan sangat menyenangkan jika tidak ada di antara kami yang merasa berkewajiban menjadi pahlawan dan mensabotase perasaan yang tidak terlihat indah?
Bagaimana jika ternyata aku justru bahagia ketika diizinkan untuk merasakan ketidakbahagiaan?
Bagaimana jika ternyata aku hanya perlu ditemani ketika sedang menemani penderitaan?
Bagaimana jika ternyata aku hanya perlu didampingi jadi berani menghadapi diriku sendiri?
Mungkin untuk manusia seumuranku, memang cinta tidak lagi hadir meletup-letup seperti berondong jagung atau meledak-ledak seperti kembang api. Mungkin justru seperti rendang yang dimasak pelan-pelan, memakan waktu luar biasa lama untuk sampai tujuannya.
Tapi, jika memang suatu hari aku betulan menemukan manusia yang tak masalah melalui hal seperti itu, sepertinya aku akan banyak menangis bahagia setidak-tidaknya selama tiga hari kerja. Haha.
Terlepas fantasi ini akan benar terjadi atau tidak, hanya Tuhan yang bisa kuserahi urusan seperti ini. Aku percaya pada kekuatan waktu, dan semoga waktu mengerti bahwa aku sedang mempercayainya.