Isi Kepalaku Seperti Pasar Malam
Apakah ini suara hantu-hantu yang kalah? Yang tak lagi sanggup menjajah?
Apakah ini takut-takut yang sedang mencelupkan jarinya ke kubangan waktu baru? Mengira-ngira apakah ada portal menuju masa yang lebih mudah.
Apakah ini kalut-kalut yang masih melekat rekat?
Yang menempel di bahu-bahu orang-orang yang kutahu menyayangiku, namun kami terlalu terlibat, kami terlalu gagap, dalam gempita dunia yang sebenarnya tak kokoh sama sekali. Dipijak runtuh, dipijak rusak.
Apakah ini kuat-kuat yang lama ingin runtuh? Yang ingin turun dari tahtanya yang sudah lama lusuh. Ingin selesai dengan marah yang tak usai-usai.
Isi kepalaku terdengar seperti pasar malam. Apakah ini suara hantu-hantu yang kalah? Yang merasa terjebak dalam kekuasaan baruku, yang sedang menelaah kepemimpinan yang tak lagi dapat disetirnya serta-merta.
Apakah ini kaku-kaku yang tak lagi laku dalam jiwaku?
Yang memberontak sesekali, mencoba dengan kasar mengambilalih kendali. Yang belum mengerti bahwa harapan kini dapat kumiliki, meski harus membeli, meski harus menunda banyak ambisi.
Isi kepalaku terdengar seperti pasar malam. Apakah ini suara hantu-hantu yang kalah? Yang tidak lagi tahu siapa yang salah, tak penting lagi siapa yang harus mengalah.
Isi kepalaku terdengar seperti pasar malam. Apakah ini senang yang hadirnya tak terang-terang? Yang tertegun sembari tertawa berhati-hati. Yang patah berkali-kali tapi selalu tersambung kembali.
Yang komat-kamit berdoa semoga tenang pulang selalu, semoga kesabaran tak lekas berlalu. Yang mendamba rahmat Tuhan datang di waktu yang tak digadang-gadang.
Isi kepalaku terdengar seperti pasar malam. Lambat laun beberapa mematikan komidi putar. Yang lain memadamkan lampu-lampu yang tadinya berpendar.
Pada akhirnya pasar malam pun akan tutup di siang hari. Seperti isi kepalaku, yang justru terdengar ramai di atas bantalku.
