Mengambil Risiko untuk Berbahagia
Menjelang bertambah lagi satu tahun usiaku, aku tidak tahu bagaimana harus merasa. Sebuah bayangan yang menarik berkelebat ketika aku menemui diriku yang beberapa tahun lalu terasa tidak mungkin untuk kutemukan. Ada sedikit kekhawatiran, bercampur keberanian, bercampur frustrasi, bercampur semangat untuk berupaya sedikit lagi.
Membolak-balik kembali lembaran hidupku yang lalu-lalu, aku merasa perlu sedikit saja lebih berbangga. Bagaimana tidak. Aku melewati semuanya. Semuanya. Benar-benar semuanya. Bahkan bagian-bagian yang terus menerus mendorongku, memojokkanku di ruang kepalaku sendiri, di hidupku sendiri. Aku…melalui semuanya. Dengan terseok. Tapi terlewati semuanya, dan dengan cukup baik.
Menjadi pengingat untuk hari ini dan nanti-nanti, bahwa aku akan selalu bisa melewati semuanya, hampir selalu dengan baik-baik saja. Sedikit luka, sedikit mati rasa, mungkin sedikit menderita, tapi secara umum tetap baik-baik saja.
Meskipun sambil gagah, sambil menggigil, sambil tersenyum, ataupun tidak, pada poin ini aku hampir selalu tahu bahwa pada akhirnya aku akan selalu bisa memilih nekat menghadapi badai besar maupun laut tenang. Setidakpercaya diri apapun rasanya, mentoleransi ketidaknyamanan sepertinya menjadi salah satu keahlian yang membantuku banyak bertahan.
Di titik ini aku sudah hampir sama sekali tidak lagi peduli pada apa namanya, apa sebabnya, apa label penamaan ilmiahnya. Rasa-rasanya aku sudah sampai pada tahap menerima bahwa kapasitas kontainer rasa senangku agak lebih kecil dibandingkan wadah rasa yang lebih tidak ceria. Ukurannya pun mungkin tidak seluas yang dimiliki banyak orang di sekitarku. Warnanya pun tidak menyala. Dalam bayanganku ia berwarna oranye pudar, dan jika sedang ada cahaya di dalamnya, terlihat lebih mirip seperti lampu tidur yang lembut.
Aku sudah menerima bahwa kebahagiaan yang dapat dicerna kepalaku tidak terasa seperti kembang api yang meledak-ledak, meletup-letup, berwarna-warni. Aku sudah menerima bahwa kebahagiaanku lebih mirip kembang api kecil yang biasanya dimainkan oleh anak-anak. Yang tidak terlalu gemerlap, tenang dan nyaris tidak bersuara, dan bertahan mungkin 1–2 menit saja. Benar-benar tidak meriah sama sekali.
Kebahagiaan yang bisa kurasakan seringkali datang dan pergi dengan sekejap. Hadirnya hanya sesaat, tapi menyapa dengan menyenangkan, dengan hangat, dan seringkali membuat kehadirannya jadi terasa berharga sekali.
Dan di banyak waktu membuatku berpikir apakah besok aku masih bisa melihatnya lagi, sambil menatapnya lekat-lekat, berusaha menyimpannya baik-baik kalau-kalau setelah ini aku akan harus merindukannya lama sekali.
Berbahagia buatku seringkali terasa seperti sesuatu yang beresiko. Ada kalanya aku tidak bisa mengibaskan sama sekali pikiran melayang-layang yang berujar bahwa kebahagiaan hanya pintu gerbang dari penderitaan selanjutnya. Di waktu lain ia berkata bahwa aku harus bersiap menerima bahwa aku tidak jadi sebahagia yang aku harapkan.
Interupsi-interupsi menjengkelkan seperti ini lumayan banyak membuatku mencampuradukkan antara antusiasme menyambut kebahagiaan, dan kekhawatiran bahwa aku akan kecewa atau kesulitan merasakan kehadiran perasaan yang banyak dipuja dan dinantikan ini.
Rasanya seperti diteriaki “brace for impact” ketika menumpangi pesawat yang sedang mengalami guncangan parah atau harus mendarat darurat.
Membayangkan bahwa aku akan harus melewati banyak tahun lagi mengalami ini semua, kadang terasa menggentarkan. Sungguh. Tapi aku tahu sekarang punya banyak orang baik di sekitarku. Aku berjanji pada sebagian mereka bahwa aku akan berjuang sebaik mungkin.
Dan aku tidak bisa membayangkan hidupku sekarang, dan di tahun-tahun selanjutnya tanpa berbagi banyak cerita konyol dengan mereka, tanpa saling memeluk tanpa bertanya barang satu kata, tanpa berbagi resep-resep baru favorit kami.. tanpa menjadikan rumahku setiap tahunnya sebagai tempat meniup lilin ulang tahun anak-anak mereka.
Selamat ulang tahun, Betari. Aku bangga pada kita dan pilihan-pilihan sehat yang dibuatnya. Pada keberanianmu berkata tidak pada keputusasaan dan keputusan-keputusan yang mungkin menyakitkan. Selamat ulang tahun, anak wadon yang selalu menemukan kakak, ibu, bapak, di manapun kamu pergi dan berada.
Tetap menjadi tangguh, ya. Sekaligus tetap menjadi rapuh. Percayalah kamu membutuhkannya. Jika sekali waktu kamu merasa terlalu kecil untuk dunia, tidak apa-apa. Mungkin kamu harus menunggu, sehari, seminggu, dua minggu, sebulan… tetap menunggu dengan baik, ya. Sepanjang perjalanan kita selama ini, kamu akan selalu terkejut mengetahui betapa cepatnya kamu akan kembali menjadi dirimu lagi.
Ingat selalu bahwa bisa jadi kamu adalah semesta mini untuk hidup beberapa manusia. Ambillah risiko untuk bisa berbahagia, setidaknya untuk melihat mereka yang berharga tetap bahagia.
Kamu adalah salah satu yang paling memahami betapa tidak ada bedanya rasa sakit yang kamu alami ketika menangis di permukaan terbawah dan di penampang teratas roda kehidupan.
Semoga kamu tidak akan pernah terpikir bertindak untuk menjadi yang mewariskan luka; yang kamu sendiri bilang tidak mengharapkannya terjadi kepada siapapun. Selamat ulang tahun, wuk. Semoga kamu selalu mampu mencintai dirimu. Dan kalaupun kamu sedang tidak bisa, semoga kamu selalu ingat bahwa kamu lebih dicintai dari yang kamu kira.