Mungkin Kamu Sedang Tertidur Ketika Aku Mengatakan Ini
Mungkin kamu sedang tertidur ketika aku mengatakan ini.
Tidurlah, tuan putri. Kamu membutuhkannya.
Terima kasih telah berhari-hari memasang pertahanan dengan sebaik-baiknya. Aku tahu seberapa kamu ingin melepaskan saja semua, meluluh lantakkan bendungan yang sudah kau bangun begitu kokohnya. Pasti lelah sekali menghabiskan berhari-hari di tengah-tengah, sambil terengah-engah, antara ingin menghancurkannya atau menguatkannya. Hari-hari yang membuatmu berpikir bahwa semuanya sia-sia dan tak ada ujungnya.
Kamu selalu lupa bahwa kamu yang membangunnya dengan gagah berani. Dengan ketegasan terhadap dorongan-dorongan buruk yang selalu terasa asing sekaligus tak asing. Kamu selalu lupa bahwa kamulah yang bekerja keras sampai meraih ini semua, sambil tertatih dan terjerembab sesekali.
Kamu terlihat begitu menawan saat berusaha menjadi komandan atas isi kepalamu yang berisik itu. Kamu boleh percaya boleh tidak, tapi aku bangga sekali. Jadi, nikmati tidurmu, tuan putri. Kamu membutuhkannya.
Lain waktu mungkin kita akan berseteru lagi dengan jiwa sendiri. Tapi aku tahu pada akhirnya kamu selalu akan menemukan kembali suaramu untuk berseru “selamat datang kembali. Aku sudah merindukanmu” pada diri yang kamu tatap di cermin lemarimu. Yang beberapa hari lalu sempat tak kamu kenali, lihat! Bintang matanya telah kembali!
Tidurlah, tuan putri. Senyampang lelap sedang akrab; sedang tak jadi kemewahan yang kejauhan. Nikmati tidurmu, tuan putri. Aku jaga dari sini.
Mungkin kamu sedang tertidur ketika aku mengatakan ini. Tapi tak apa. Aku lega akhirnya kamu bisa mudah terlelap juga. Aku hanya berdoa semoga kamu selalu bisa kembali pulang kemari. Di antara guling dan bantal-bantal yang akhirnya terasa nyaman lagi. Di antara realita yang tak mereda tapi terasa tidak apa-apa. Di antara tawa dan senyum yang tak perlu diada-adakan.
Tidurlah, tuan putri. Lain waktu mari bertualang kembali.