Panduan Saling Menjaga untuk Pencegahan Bunuh Diri
Catatan penulis: Pembahasan dalam artikel ini mengangkat isu sensitif mengenai bunuh diri dan dorongan bunuh diri. Silakan berhenti membaca jika kamu merasa tidak nyaman meneruskannya. Kesehatan dan kestabilanmu jauh lebih berharga dari rasa penasaranmu. Artikel ini ditulis sebagai ekspresi peringatan Bulan Pencegahan Bunuh Diri Sedunia, September 2024.
Di bulan peringatan pencegahan bunuh diri ini aku ingin merangkum hal-hal yang sejauh ini telah membantuku. Kamu boleh meminjamnya untuk menolong dirimu ataupun orang-orang terdekat yang kamu kasihi:
- Bertanyalah dari Tempat yang Tenang
Bertanya “apakah kamu sedang berpikir untuk mengakhiri hidupmu?” secara langsung dan ringan tidak akan meningkatkan kemungkinan melaksanakan rencana bunuh diri. Justru seringkali pertanyaan ini dapat menjadi resusitasi ‘jantung’ keinginan untuk tetap hidup.
Bertanyalah dari tempat yang tenang. Tidak apa-apa. Kami sudah menghadapi pertanyaan yang sama setiap hari. Kami telah terbiasa menanyakannya kepada diri kami sendiri. Akan menyenangkan menemukan manusia lain yang membantu kami mengamati isi pikiran kami dari tempat yang jauh lebih tidak berantakan.
Ketika kami sedang ingin pergi, seringkali kami hanya sedang tidak ingat bagaimana rasanya menjadi tak kasat mata di dunia kami sendiri. Bagaimana rasanya ditemukan oleh manusia yang mau mendengarkan dengan peduli, karena kami pun sedang kesulitan merangkul keberadaan kami sendiri di dunia ini.
Kami tidak perlu diberitahu lagi betapa terlarangnya tindakan ini. Kami paham. Setidaknya kami mengetahui lebih lama dari yang kamu kira. Dengarkan saja, peluk jika kami nyaman, temani. Biarkan saja air mata kami sejenak tidak terbendung. Seringkali itu adalah air mata yang membangkitkan kembali keinginan untuk tetap bertahan, sesederhana karena tahu kami tak menderita dalam kesendirian dan pengabaian.
2. Ingatkan Bahwa Tuhan Tetap Sayang dan Tak Meninggalkan
Meskipun berasal dari niat yang baik, mengatakan bahwa kami kurang dekat dengan Tuhan sebenarnya adalah sesuatu yang cukup menyakitkan. Kalian tahu sebagian dari kami begitu melekat pada rutinitas peribadatan dan melakukan semua preskripsi spiritual dan religius untuk dapat tetap dekat dengan Tuhan. Meski demikian, ternyata itu pun tidak menghalangi kami mengalami perjuangan seperti ini.
Seperti hanya bagaimana tidak ada yang dapat menghalangi takdir seorang pemuka agama untuk mengalami serangan jantung atau penyakit parah lainnya, terlepas dari sesholeh apapun tingkat keimanannya. Terkadang ini lebih terasa seperti kalimat yang mengatakan bahwa terlepas dari semua ibadah dan doa, ternyata kami tetap tak berhak mendapat welas asih Tuhan. Tentu, bukan itu yang kalian inginkan, bukan?
Ingatkan kami bahwa Tuhan selalu sayang, bahwa Tuhan tak keberatan jika kami membutuhkan waktu. Doakan kami dengan penuh kasih semoga suatu hari kami mampu melalui apapun yang sedang mengusik ini.
3. Jangan Mencoba Menyelamatkan Kami Sendirian, Carilah Bantuan
Saat di waktu-waktu yang sangat gelap, mungkin menyakitkan mendengar kami yang berkali-kali bilang ingin mati. Terima kasih telah setia menemani dan maaf kamu harus mendengarnya. Tapi ingatlah, ini sama sekali bukan berasal dari kebencian kepadamu, meski kadang terdengar seperti itu. Tentu saja amat sangat menyakitkan dan menyesakkan melihat orang yang kamu sayangi menderita sedalam itu. Ingatlah bahwa ini berasal dari jiwa yang sedang sakit, dari tubuh yang butuh dirawat dan diberi pertolongan. Kami tetap menyayangimu, kami hanya perlu sedikit diberi ruang dan waktu untuk melalui krisis yang hampir selalu pasti berlalu.
Terima kasih atas keluasan hatimu, terima kasih telah menjaga kami. Maaf, kamu mungkin kadang kelelahan. Tidak apa berjarak sejenak, tidak apa menjaga batas amanmu. Rawat dirimu sendiri sebelum merawat kami. Jangan berusaha menolong kami sendirian, cari juga bantuan yang kamu butuhkan. Terima kasih. Kami sungguh ingin kamu juga terjaga dalam kebaikan dan banyak dukungan.
4. Tetap Merawat Diri Semampunya
Kami mungkin akan terlihat mengenaskan di beberapa waktu. Hampir tak mampu mengeluarkan kata-kata untuk benar-benar mendeskripsikan kekacauan di kepala kami. Dan di waktu-waktu yang amat parah, kami mungkin sejenak kehilangan kemampuan menjaga percakapan, kemampuan bekerja dengan kualitas yang biasa mampu kami berikan, kemampuan merawat diri dan tempat tinggal kami. Kami sejenak kehilangan kemampuan untuk merasa aman dan senang.
Bantu kami tetap makan, tetap minum, mungkin sebagian perlu dibantu menjadwalkan konseling dengan terapis ataupun mengkonsumsi obat-obatan yang telah dokter resepkan. Sebagaimana kalian biasa membantu kami ketika demam ataupun meriang, begitu pula kalian dapat membantu kami di fase-fase deperesif. Tidak ada yang lebih spesial ataupun berbeda yang kita perlu lakukan untuk menghadapi kondisi ini.
Mungkin di sebagian waktu kami terlihat sangat keras kepala dan tidak ingin melakukannya. Tapi tenang saja. Memiliki beberapa orang yang tetap memperlakukan kami dengan kasih dan kepercayaan, membantu dan mendukung kami untuk tetap menjaga rutinitas senormal mungkin, adalah bentuk dukungan tegas yang kadang kami perlukan. Tetap lakukan. Kami hanya perlu tahu bahwa kami tidak akan kehilangan kalian termasuk dalam hari-hari yang sepertinya tidak akan terlewatkan.
5. Menerima dan Berjaga Atas Kemungkinan Kekambuhan
Beberapa orang akan butuh waktu beberapa hari, beberapa minggu, beberapa bulan, dan bahkan beberapa tahun untuk kembali keluar dari kondisi depresif. Jika bisa, kami juga tidak ingin terjebak berkali-kali. Tapi layaknya kebanyakan penyakit di dunia, hampir selalu ada kemungkinan kekambuhan.
Proses terapi dan konseling adalah ruang bagi kami untuk melatih kemampuan untuk berjaga-jaga di fase-fase sulit. Dibekali kecakapan untuk mengamati tanda-tanda kekambuhan dan cara memberi pertolongan pertama bagi diri kami sendiri. Tapi terapi tidak dapat berjalan sendiri tanpa dibarengi rasa terhubung dan diterima, tanpa rasa aman dan nyaman yang diperoleh dari teman dan lingkungan, tanpa dorongan untuk kami tetap aktif beraktivitas dan merawat diri. Beri kami waktu, kami akan kembali. Kami pasti akan kembali.
Kehadiran kalian saja sudah jauh lebih dari cukup untuk menjadi pengingat bagi kami bahwa penderitaan ini tidak abadi. Dan ada kalian adalah pengingat bahwa kami tidak sendirian di dalam terowongan gelap ini dan nanti di ujungnya pun masih ada kalian yang menunggu di sana. Kami sungguh menyayangimu, kuharap kalian dapat merasakannya meskipun kadang cinta kami terdengar lesu dan jauh sekali.
6. Mengakomodasi dengan Memberdayakan
Tidak perlu mengkerdilkan kemampuan kami hanya karena kami memiliki disabilitas yang tidak terlihat. Percaya bahwa dengan akomodasi yang memadai, dukungan dan perawatan yang tepat, kami tetap dapat mencapai semua tujuan yang kami cita-citakan. Biarkan kami berjuang dan tetap menumbuhkan daya juang dan keinginan-keinginan ambisius. Kami memerlukannya.
Kondisi ini adalah satu bagian dari diri kami, bukan definisi keseluruhan dari masa depan kami. Jadi, kamu tidak perlu berlebihan melindungi kami dari tekanan kehidupan. Pada akhirnya kami akan harus melaluinya juga, dan membiarkan kami tetap melatih dan mempertajam resiliensi dan toleransi terhadap ketidaknyamanan akan menjadi dukungan yang amat berharga.
Sebagian besar yang benar-benar bergumul dengan perjuangan kondisi mental akan paham bagaimana frustrasinya kami berupaya agar tidak sampai merepotkan. Berstrategi bagaimana kami terus menerus semakin membaik dari waktu ke waktu, memodifikasi berbagai cara kami bekerja sesuai dengan kebutuhan kami, sehingga semakin hari makin luas wadah kami, keberanian kami, dan ketangguhan kami. Bukan sebaliknya.
Kondisi ini mungkin memang menjelaskan beberapa keterbatasan kami, tapi tak pernah menjadi pembenaran atas kelengahan, tindakan-tindakan tak bertanggungjawab, pelanggaran, dan kekerasan. Tegur selayaknya kalian menegur orang kebanyakan, tetap dukung kami untuk berbenah diri dan menjadi manusia yang baik, bermoral, dan berintegritas. Arahkan dan beri panduan seperti yang seharusnya dilakukan.
7. Sadar dalam Mengelola Pemicu
Di antara orang-orang yang berjuang mengelola kondisi ini, sebagian telah mampu menyadari dan mengelola pemicu, sebagian lagi belum terbekali sejauh itu. Mungkin ini sedikit dapat menjelaskan bagaimana sebagian orang dapat bereaksi keras sekali terhadap pemicu sederhana yang sayangnya memiliki kemiripan-kemiripan kualitas dengan trauma yang disadari maupun tak disadari pemiliknya — rasanya agak seperti alergi makanan yang baru ditemukan ketika seseorang telah dewasa.
Meski tidak meliputi semuanya, pemicu biasanya terkait dengan paparan terhadap kekerasan, pelecehan, pengabaian, pengkhianatan, perasaan ditinggalkan, kecelakaan, bencana alam, alkoholisme/penyalahgunaan zat, trauma medis, adegan/kejadian percobaan melukai diri atau bunuh diri, dan masih banyak lagi jenis-jenis pemicu lainnya. Sebuah hal yang bijaksana untuk mengamati hal-hal apa yang memicu reaksi-reaksi kuat yang terjadi setelah suatu kejadian yang terasa signifikan. Hal ini membantu kami menjaga diri. Ingatkan kami agar tidak dengan sengaja dan sembarangan menceburkan diri ke dalam pemicu yang tidak perlu.
Meskipun betul dunia tidak tercipta tanpa pemicu, proses membangun toleransi terhadap pemicu tetap harus dilakukan secara aman dan mengutamakan keselamatan.
Pastikan untuk melibatkan profesional kesehatan mental untuk melakukannya.
Hal ini juga erat kaitannya dengan bagaimana pewarta berita terkait upaya bunuh diri hendaknya lebih berhati-hati dalam memilih bahasannya. Penjelasan detail mengenai cara seseorang mengakhiri hidupnya, bagi sebagian orang dapat terasa seperti pembuktian betapa memungkinkannnya menjalankan rencananya sendiri. Buat sebagian lagi hal ini menyisakan rasa tidak nyaman yang dapat bertahan begitu lama dan dapat sangat menyiksa.
Bagi orang-orang yang tak mengalaminya, berita tentang bunuh diri hanya terasa seperti tragedi biasa. Tapi tidak demikian bagi yang memiliki sensitivitas yang lebih tajam dari orang rata-rata, yang hidup dengan intensi dan keinginan untuk mengakhiri hidup juga. Mari saling menjaga, mari kita selamat dengan saling merawat.
9. Menyusun Rencana Keamanan
Hal ini tidak dapat dilakukan di tengah kondisi krisis. Lakukan dalam situasi yang lebih tenang dan memadai sebagai bentuk berjaga-jaga untuk menghadapi krisis di masa yang akan datang. Pelajari lebih lengkap di sini:
https://www.intothelightid.org/tentang-bunuh-diri/menyusun-rencana-keamanan-safety-plan/