Yang Lain Bisa Menunggu, Tapi Tidak untuk Kesayanganku

My Little Cave
3 min readAug 14, 2024

--

Photo by Womanizer Toys on Unsplash

Mengingat kini aku telah selamat, aku dapat melihat bagaimana rasanya mencintai tanpa tertutupi debu masa laluku. Aku dapat merasa hangat, terus menerus tanpa bergantung pada keberuntungan dan kebetulan. Aku bisa menyayangi kembali melampaui rasa sakitku sendiri.

Aku sebelumnya tidak tahu bahwa cinta bisa hadir setangguh ini, setenang ini. Aku sebelumnya tidak tahu bahwa konflik dan perselisihan dapat terselesaikan melalui kata-kata yang penuh rasa aman, banyak pelukan, dan kepastian bahwa yang kucintai tidak akan pergi. Aku tidak lagi takut karam di tangan rasa cinta yang putus asa dan berbalik menyakiti. Aku tidak lagi takut dihantam cinta yang kalut untuk memilih menyelamatkan diri atau menyelamatkan orang-orang yang kukasihi.

Pagi ini aku membuka mata, mengamati sekelilingku yang masih hening. Subuh yang tenang. Tentram. Kosakata pertama yang muncul di kepalaku setelah sekian lama tak pernah benar-benar lama tinggal di hiupku.

Aku masih terpana bagaimana tentram kini hadir setiap hari berturut-turut berminggu-minggu. Aku tidak lagi perlu bermain tebak-tebakan apakah aku akan baik-baik saja hari ini. Karena aku sekarang tahu bahwa aku benar-benar akan sanggup menghadapi apapun yang memang seharusnya kuhadapi.

Setiap hari, tidak perlu menerka-nerka lagi akankah ada bencana yang akan tak dapat kuarungi dengan berani.

Karena aku tahu, aku tidak lagi takut akan perasaanku sendiri, dan juga perasaan orang-orang yang kusayangi.

Rasanya seperti tahu bahwa aku akan tetap dapat mencintai dan akan tetap dicintai meski aku berubah wujud jadi cacing tanah sekalipun haha.

Ini adalah bulan-bulan di mana banyak orang mengevaluasi ulang pilihan masa depannya. Maklum saja, banyak lowongan pekerjaan yang terbuka dan menggiurkan. Dalam ekonomi ini, siapa saja sah saja berlomba dan beraspirasi. Setiap orang menguji ulang prioritasnya. Termasuk aku sendiri.

Tapi hari ini, sambil menyambut nenek yang baru pulang belanja dan membawakan pisang goreng sebagai oleh-oleh untukku, aku sadar prioritasku sekali lagi telah lulus diuji.

Sekali lagi aku merasa teryakinkan, yang lain bisa menunggu, tapi tidak untuk kesayanganku.

Memang dulu ada tarik tambang yang menimbulkan ketegangan antara diriku yang ada di sini, dan diriku yang ada di masa depan. Tapi sejak semuanya mulai terurai dengan rapi, aku terhenyak mengamati betapa banyak yang kucapai adalah bentuk pelarian dari diriku sendiri.

Dan segera setelah aku tidak lagi merasa pergi menghindari, ternyata aku lumayan suka berada di sini. Berada di tempat yang semula kukira tak lagi ramah, yang kukira bukan lagi rumah, ternyata kembali menemukan pelukannya yang sempat pergi melanglang buana.

Kasih yang sempat bergelandang mengira tak lagi punya tempat pulang. Sayang yang berekspedisi untuk mencari rasa aman meluapkan rasa rindu.

Aku berlama-lama menatap lekat rumah nenekku. Dengan selimut dan spreinya yang telah dipelihara sejak ibuku remaja, dengan kelambu yang adalah hadiah dari mantan cinta monyet pamanku, dan sinar mataharinya yang dermawan menyusupi jendela-jendelanya.

Nenek selalu memintaku datang untuk mencicip masakannya, sesederhana karena ia percaya pada seleraku. Aku juga sempat menghabiskan banyak waktu bermain kejar-kejaran dengan sepupu kecilku, mengajarinya berjalan kaki ketika hatinya sedang sesak melesak. Menemaninya bermain wayang bayangan membuat rusa, kelinci, dan kobra menggunakan jari jemari.

Beberapa waktu memeluk bibiku dan terbenam di sana menikmati sambutan khidmat terhadap kekangenanku. Menikmati donat, coklat, dan martabak, makanan favorit nenekku yang giginya sudah tak banyak itu, tapi tahu betul bagaimana cara menikmati jajanan terbaik seluruh dunia.

Sekali lagi prioritasku lulus tantangan.

Aku sekali lagi meyakinkan diriku. Yang lain bisa menunggu, tapi tidak dengan kesayanganku. Di masa depan aku tidak ingin memilih antara hidupku atau hidup keluargaku. Di masa depan aku tidak ingin hatiku remuk karena tak dapat memilih bersama orang-orang yang berarti bagiku.

Aku enggan kembali ke tempat di mana hatiku berdarah-darah karena tak dapat memilih antara diriku atau mereka. Aku tidak berencana kembali ke tempat di mana setiap hari aku hanya memilih keselamatanku, mengabaikan bertubi-tubi keinginan untuk berada di pelukan yang telah merengkuh kehadiranku, bahkan sebelum aku dilahirkan.

Ya, aku yakin. Yang lain bisa menunggu, tapi tidak untuk kesayanganku.

--

--